Pemanfaatan lahan yang berimbang tetap hijau |
Ruang Terbuka Hijau yang Kian Terjepit....
JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah gencarnya pembangunan yang semakin mengepung kota-kota besar, Ruang Terbuka Hijau (RTH) terus menyusut. Betonisasi dari gedung-gedung bertingkat dan mewah terus bertambah, di sisi lain kawasan permukiman kumuh juga semakin banyak. Berdasarkan catatan Kementerian Perumahan Rakyat, luas permukiman kumuh pada akhir 2004 diperkirakan 54.000 hektar. Pada 2009 lalu bertambah menjadi 57.800 hektar. Sejauh ini, jalan keluar belum juga ditemukan.
JAKARTA, KOMPAS.com - Di tengah gencarnya pembangunan yang semakin mengepung kota-kota besar, Ruang Terbuka Hijau (RTH) terus menyusut. Betonisasi dari gedung-gedung bertingkat dan mewah terus bertambah, di sisi lain kawasan permukiman kumuh juga semakin banyak. Berdasarkan catatan Kementerian Perumahan Rakyat, luas permukiman kumuh pada akhir 2004 diperkirakan 54.000 hektar. Pada 2009 lalu bertambah menjadi 57.800 hektar. Sejauh ini, jalan keluar belum juga ditemukan.
Tak terkecuali solusi bagi kurangnya RTH di Jakarta yang masih terus dicari. Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta terus berupaya menambah RTH di Jakarta. Pada tahun ini, penambahan RTH di Jakarta diperkirakan mencapai 20 hektar atau 0,03 persen dari luas Jakarta.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman DKI Jakarta Catarina Suryowati di Balaikota, Jakarta, kepada Kompas.com, Senin (10/10/2011) silam, pernah mengungkapkan bahwa sejak 2010, Pemprov DKI Jakarta menertibkan stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Ada 27 lahan SPBU di Jakarta telah dikembalikan fungsinya, dan luasnya mencapai empat hektar.
Saat ini, realisasi RTH di Ibu Kota sudah mencapai 9,8 persen. Dari 27 lahan SPBU yang dikembalikan fungsinya, sebanyak 14 lahan ditertibkan pada tahun lalu. Sementara itu, sebanyak 13 lahan lainnya telah ditertibkan pada 2011. Lahan SPBU yang dikembalikan fungsinya antara lain SPBU Jalan Yos Sudarso, SPBU Jalan Pakubuwono sisi barat, SPBU Jalan Tanah Abang Timur (ABRI), SPBU Jalan Tanah Abang Timur (swasta), SPBU Jalan Mataram Sisi Timur, dan SPBU Jalan Dr Wahidin (ABRI).
Semakin minim
Di Kota Tangerang Selatan, keberadaan RTH juga masih minim. Dari kebutuhan 20 persen sesuai ketetapan pemerintah pusat, wilayah pemekaran Kabupaten Tangerang yang pemerintahannya secara sah berusia enam bulan itu baru menyediakan 9 persen RTH dari luas wilayah 147,19 kilometer persegi. Jumlah itu di luar RTH milik pribadi seluas 10 persen. "Sisa kekurangan ruang terbuka hijau akan dipenuhi dalam 20 tahun ke depan hingga tahun 2031," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Tangsel Eddy Adolf Malonda kepada wartawan, Selasa (25/10/2011) silam.
Kurangnya RTH, kata Eddy, akan dilengkapi secara bertahap. Menurut dia, pihaknya tidak bisa langsung memenuhi luasan RTH seperti ketentuan pemerintah pusat. "Masalahnya, masih banyak aset pemerintah kabupaten yang belum diserahkan kepada Tangsel. Selain itu, untuk membebaskan lahan menjadi ruang terbuka hijau, membutuhkan biaya yang besar," kata Malonda.
Berdasarkan data Dinas Tata Kota dan Permukiman Kota Tangsel, hanya 20 persen dari luas Tangsel, yakni 147,19 kilometer persegi, yang lahannya dikuasai oleh Pemkot Tangsel. Sisanya, lahan dikuasai pengembang mulai dari skala besar, menengah, hingga kecil, dan perorangan.
Kabupaten Bekasi juga demikian. RTH di wilayah ini terus mengalami penyusutan akibat beralih fungsi menjadi kawasan industri, perumahan, dan permukiman. Jumlah luasan RTH di wilayah tersebut saat ini hanya tinggal 4.350 hektare.
Jelas sangat tidak ideal, sebab minimal RTH publik 30 persen dari luas wilayah Kabupaten Bekasi. Menurut Muchlis, mengacu pada UU Tata Ruang No 26 tahun 2007, dengan luas wilayah kabupaten mencapai 127.388 hektar, RTH yang dimiliki minimal 30 persen, atau 38.216 hektar.
Amanat UU
Planolog dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang juga pemerhati masalah tata kota, Hetifah Sjaifudian, mengatakan, soal RTH sebetulnya sudah menjadi amanat undang-undang tentang penataan ruang yang setidaknya 30 persen. Namun, di kota-kota besar saat ini rata-rata luasan RTH masih di bawah 10 persen, bahkan ada yang masih di bawah 3 persen.
"Padahal selain fungsi lingkungan dan penghijauan, RTH dalam kehidupan perkotaan memiliki fungsi spesial. RTH bisa menjadi prasarana publik terkait dengan pendidikan luar ruang dan meningkatkan social capital (hubungan dan komunikasi antar warga). Lihat, sekarang anak-anak hanya terbiasa berekreasi di dalam ruang seperti mal yang sifatnya inward looking," ujar Hetifah kepada Kompas.com, Senin (16/1/2012).
Ketua Alumni Planologi ITB ini mengatakan, jika banyak RTH dipertahankan, masyarakat dari usia anak-anak sampai dewasa, bahkan lanjut usia (lansia) akan bisa dan biasa melakukan kegiatan luar ruang, seperti olah raga, rekreasi dan melakukan kegiatan sosial di taman-taman kota. Masalahnya, lanjut dia, pemerintah kota punya keterbatasan anggaran untuk membebaskan lahan yang akan dialihfungsikan untuk RTH.
"Tapi yang terpenting dalam kasus-kasus semacam ini adalah penegakan hukum. Masyarakat dan konsumen juga perlu pemberdayaan sehingga memahami hak-hak mereka sebagai warga dan penghuni kota untuk mendaptkan ruang publik," ujarnya.