Ilustrasi Ingin punya rumah |
Sebanyak 7,4 Juta KK tak Punya Rumah
Suara Pembaruan. [JAKARTA] Sampai saat ini, sebanyak 7,4 juta kepala keluarga (KK) di Indonesia tidak memiliki rumah. Padahal sampai tahun 2004 jumlah yang belum punya rumah sebanyak 5,8 juta KK. "Bukannya menurun malah meninggi. Ini tentu memprihatinkan," kata Menteri Perumahan Rakyat, Djan Faridz, di Jakarta, Jumat (2/12). Djan juga menyampaikan, sampai saat ini kawasan kumuh di Indonesia seluas 57.800 ha. "Keteraturan penataan perkotaan pun menunjukkan gejala yang semakin memprihatinkan," kata dia.
Menurut Djan, kondisi tersebut ternyata semakin memprihatinkan apabila disandingkan dengan upaya seluruh stakeholder setiap tahunnya yang hanya mampu menyediakan rumah tidak lebih dari 500.000 unit. Sementara kebutuhan pertumbuhan per tahunnya saja mencapai sekitar 800.000 unit, sehingga terdapat penambahan sekitar 300.000 rumah tangga yang tidak dapat menghuni rumah setiap tahunnya.
Kondisi tersebut, tegas Djan, telah mencapai tingkatan "darurat perumahan", yaitu kondisi apabila tidak segera diatasi dengan cepat dan tepat dapat menimbulkan komplikasi yang sangat membayakan stabilitas sosial kemasyarakatan.
Untuk mengatasi masalah seperti itu, kata dia, negara dalam hal ini pemerintah perlu melakukan intervensi, yakni dengan menyediakan rumah tapak dan rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah dan masyarakat berpenghasilan rendah.
Dikatakan, pembangunan rumah susun sewa (rusunawa) dan rumah susun milikl (rusunami) adalah solusi dalam upaya pengurangan angka backlog rumah di kawasan perkotaan dengan konsepsi efisiensi dan efektivitas pemanfaatan lahan dan hunian dengan pelayanan infrastruktur perkotaan, serta kemudahan aksesibilitas ke tempat kerja.
Setelah dikeluarkannya Keppres 22 / 2006 tentang Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Rumah Susun di Kawasan Perkotaan, pemerintah tahun 2007 mencanangkan Program Pembangunan 1.000 tower. Selanjutnya pemerintah mengeluarkan PP 31 / 2007 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 / 2001 tentang Impor dan atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
Kedua regulasi tersebut, kata dia, diharapkan dapat memicu percepatan penyediaan hunian rumah susun bagi masyarakat berpenghasilan menengah bawah dan masyarakat berpenghasilan rendah. Djan mengatakan, evaluasi pelaksanaan pembangunan rusunami selama ini menunjukkan adanya penurunan tingkat produktivitas pengembang, walaupun pasar untuk menyediaan rusunami sebenarnya terus meningkat dari tahun ke tahun.
Djan menyampaikan beberapa penyebab terjadinya penurunan tingkat produktivitas pengembang dalam pembangunan rusunami. Pertama, pertanahan yakni ketersediaan tanah di kawasan perkotaan yang terbatas dan mahal, serta peraturan perolehan tanah masih belum berpihak kepada sektor properti.
Kedua, pembiayaan, yakni terbatasnya sumber-sumber dana murah untuk pembiayaan kredit konstruksinya serta faktor inflasi yang berdampak kepada kenaikkan harga material bangunan. Sehingga harga maksimal Rp 144 juta per unit yang telah ditetapkan pemerintah sebagai batasan penerimaan subsidi bagi masyarakat dan developer sulit dipertahankan pada masa sekarang ini.
Ketiga, masalah pajak, yakni pengaturan pajak belum jelas keberpihakannya pada propertu sektor ini.
Keempat, infrastruktur yakni kurangnya dukungan infrastruktur perkotaan khususnya listrik dan air minum yang realisasi biaya penyediaan / penyambungannya di lapangan sangat mahal.
Kelima, masalah perizinan. Dimana belum semua kabupaten dan Kota mempunyai Perda Rusun khususnya yang mengatur pembangunan rusunami, berupa dukungan percepatan proses perizinan dan keringanan retribusi.
Djan menegaskan, permasalahan-permasalahan tersebut harus segera diatasi pemerintah untuk mengembalikan gairah pembangunan rusunami bagi developer sektor ini